




Merayakan HUT di puncak gunung? Tentu pengalaman yang menarik bagi siapa saja terutama yang punya hobby berpetualang. Dan ini bukan yang pertama, pada tanggal 10 Desember 2011 lalu Tim Patrapala (Pertamina Pecinta Alam) Refinery Unit IV Cilacap kembali merayakan HUT Pertamina ke 54 sekaligus HUT Patrapala ke 4 tahun di puncak gunung yang kali ini adalah gunung tertinggi di pulau Jawa yaitu puncak Mahameru (+3.676 mdpl).
Perjalanan ini di mulai dari Cilacap pada hari rabu malam tanggal 7 Desember 2011. Tim yang jumlahnya 31 orang, 6 orang diantaranya wanita, berangkat menggunakan Bus Handoyo dengan tujuan akhir kota Tumpang-Malang. Sementara itu 3 orang lagi lainnya, termasuk saya yang berangkat dari Jakarta, turut bergabung di Tumpang itu sehingga jumlah keseluruhnya adalah 34 orang. Cukup banyak!
Pagi itu cuaca cerah, Kamis, 8 Desember 2011, Pasar Tumpang – Malang terlihat mulai ramai oleh lalu lalang orang dan kendaraan. Puluhan carrier dan tenda yang kami bawa satu persatu mulai dinaikkan dan di ikat kuat di atap 3 buah mobil Jip Toyota Land Cruiser keluaran tahun 1972 yang akan mengantarkan kami ke desa terakhir Ranu Pane (+2.100 mdpl). Perjalanan menuju desa itu agak lama, 1,5 jam, namun cukup menegangkan sekaligus mengasyikkan. Jip dengan tulisan Malang Willis Club yang dipenuhi barang-barang dan 11 orang penumpang berdiri ini terasa sempit, namun ternyata cukup lincah ketika meniti jalanan sempit yang menanjak, berbelok tajam, dan sesekali menurun dengan jurang menganga di kanan kirinya. Jangan berpikir tentang standar safety sebagaimana layaknya karena menurut mereka itu sudah biasa.
Di tengah perjalanan, pemandangan indah membentang, lereng pengunungan Tengger hijau terhampar di kejauhan. Udara sejuk, sinar matahari sedikit terhalang, duduk untuk berhenti sejenak sambil menikmati bekal nasi pecel Malang plus rempeyek nya terasa nikmat, seakan kita sedang memandang ke layar alam yang sangat lebar. Lokasi ini dalam peta di sebut Bantengan. Dari tempat ini, desa Ranu pane tidaklah jauh lagi, tinggal sekitar ½ jam perjalanan saja yang melewati jalanan yang mulai menurun.
Sekitar jam 11 siang hari ketika kami tiba di pos pendakian Ranu pane. Barang-barang mulai diturunkan, persiapan pendakian pun dimulai, dan menjelang jam 12 siang kami mulai melangkah menyusur jalan pematang menuju base camp pertama Ranu Kumbolo. Tampak di sisi kanan para petani sibuk dengan ladang pertanian bawang dan kobis nya.
Perjalanan menuju Ranu Kumbolo memakan waktu sekitar 4-5 jam dengan perjalanan yang santai. Track melalui hutan-hutan pinus dan rumputan yang agak tinggi. Terdapat 4 pos pendakian permanen di jalur ini yang kondisinya cukup baik, bahkan terlihat saat itu dalam proses perbaikan. Menjelang petang, di kejauhan Ranu Kumbolo telah tampak tenang di antara pebukitan dengan bangunan base camp Ranu Kumbolo tampak terlihat kecil di kejauhan, langit cerah, jalanan mulai menurun seakan tinggal selangkah mencapainya. Saya memilih jalur melintas tepi danau daripada melintasi punggung bukit, tentu konsekuensinya rintangan pepohonan yang tumbang atau bahkan yang menjorok ke danau harus dilewati.
Ranu Kumbolo ini memang nyaman untuk base camp, mengingat pemandangannya yang indah dan air yang melimpah. Itu sebabnya di banyak pendaki nge camp di sepanjang tepian danau ini. malam itu udara di luar cukup dingin, sinar rembulan lembut memantul di pemukaan air danau, pendar cahaya nya menghiasi malam kami. Good night!
Esok harinya, 9/12, kesibukan pagi hari dimulai, air danau yang cukup dingin tidak menghalangi sebagian dari kami untuk mandi. Segar rasanya. Beberapa penduduk local terlihat memancing. Sekitar jam 9 pagi pendakian dilanjutkan, diawali dengan jalanan yang agak menanjak hingga puncak, yang disebut tanjakan cinta, kemudian agak berbelok ke kiri menuruni lereng yang agak landai, dan nampaklah di sisi kanan oro-oro ombo, yaitu padang luas yang dipenuhi tanaman perdu dengan bunga-bunga warna warni, kabut tipis dikejauhan menambah keindahan panorama ini. Ketika melintasi oro-oro ombo ini, seakan kita berada di dunia lain, sunyi dan merasa kecil di tengah luasnya padang ilalang.
Memasuki lereng Gn. Kepolo, pohon-pohon pinus tinggi menjulang, sebagian tampak berlubang di pangkal nya, hangus bekas terbakar, beberapa diantaranya bahkan telah tumbang menyisakan arang. Jadi ingat kalau mau bakar ikan atau sate. Trek ini tidak berbeda dengan sebelumnya, hanya jenis vegetasi nya yang sedikit agak berbeda, banyak di dominasi oleh pinus dan pakis. Perjalanan sekitar 3-4 jam untuk mencapai pos berikutnya yaitu Kalimati (+2.700 mdpl), suatu padang rumput dengan pohon-pohon pinus di tepian nya. Latar belakang puncak Mahameru terlihat dari tempat ini. Di sini Tim pendaki biasanya mendirikan tenda dan meninggalkan perbekalan-perbekalan berat, untuk pendakian ke puncak mahameru di malam hari dengan hanya membawa daypack saja.
Beruntung pada malam tanggal 9/12 itu, langit masih cerah. Bulan bersinar terang, gerombolan rumput ilalang terlihat putih di kegelapan malam. Nggak repot untuk urusan belakang, cukup bawa golok dan tissue basah, sedikit sembunyi di antara rerumputan, gali lubang, dan … laksanakan gaya kucing, aman nggak ada yang lihat … ha.. ha..
Hujan rintik turun, waktu sekitar jam 10 malam, teman-teman masih terdiam di dalam tendanya masing-masing. kusempatkan keluar sebentar sekedar untuk buang air kecil, ku lihat lampu senter menyorot-nyorot, rupanya ada yang belum tidur, dan aku langsung masuk tenda lagi. Jam 11 malam teman-teman mulai bersiap-siap untuk rencana pendakian. Kita berkumpul untuk mendengarkan penjelasan dari ketua dan berdoa bersama. 2 orang tinggal di tenda, tidak mengikuti pendakian ke puncak ini, mereka berdua sudah pernah muncak katanya, demikian juga porter saya.
Adhi berkata padaku di sela perjalanan ke puncak saat itu, katanya ada sosok tinggi besar dan mungkin kunti di sisi pondokan, ada gorilla di sisi kanan tenda saya, ada mata yang menyorot-nyorot di sisi belakang tenda, dan ia melanjutkan… pak Anis tadi malam kencingnya menghadap ke sosok gorilla….hiiii!
Perjalanan menanjak terus, tidak terlalu lama hanya sekitar 1 jam telah tiba di pos Arcopodo. 2 orang anggota tidak kuat untuk melanjutkan pendakian dan diputuskan turun diantar oleh tim senior. Dari arcopodo ini angin bertiup semakin kuat, hingga kami menanyakan kepada anggota yang sudah pernah mendaki puncak ini, apakah hal ini aman? Mereka bilang sudah biasa angin berhembus kencang, kami hanya khawatir saja bila ada anggota yang terkena hypotermia, beruntung cuaca masih cerah, dan kemudian perjalanan dilanjutkan.
Memasuki trek pasir puncak mahameru, pendakian yang sesungguhnya dimulai, langkah kaki harus terampil mencari pijakan yang kuat, walau seringnya sih mlorot terus.
Selama pendakian puncak pasir ini, saya selalu di belakang istri, karena medan yang terjal dan berbahaya. Berkali-kali saya menahan kaki nya untuk membantunya melangkah. Walau seringnya mlorot lagi. Tentu saja saya tertinggal dari rombongan lainnya.
Matahari mulai menampakkan diri, tapi saya masih sekitar 2/3 perjalanan puncak. Istriku masih mencoba memaksakan diri, walau saya sesungguhnya mengkhawatirkannya. Kira-kira tinggal sekitar 100 meter lagi, ia menyerah karena sudah kelelahan. Saat itu waktu menunjukkan hampir jam 7 pagi. Saya menemaninya turun, tapi dua orang teman, menawarkan diri untuk menemani istri saya turun dan mempersilahkan saya untuk melanjutkan pendakian. Karena istri saya mengiyakan, maka saya pun melanjutkan perjalanan ke puncak. Sekitar jam 7 lebih, saya baru dapat mencapai puncak Mahameru. Alhamdulillah.
Angin masih menderu kencang, dingin, matahari agak terik, teman-teman masih sibuk mengabadikan kegembiraan ini. Di kejauhan kawah semeru menyemburkan asapnya. Khawatir juga jika angin berubah kearah kami.
Saya tidak bisa terlalu lama di puncak ini, setelah foto bersama dan shooting pernyataan ucapan dirgahayu Pertamina ke 54, saya segera turun kembali untuk dapat mendampingi istri yang perlahan-lahan juga menuruni lereng semeru ini.
Trek menuruni puncak mahameru rupanya asik juga, kita seolah bermain sky di atas pasir, walau seringnya batu-batu pasir masuk dalam sepatu, tak ayal menuruni lereng berpasir ini hanya butuh waktu 1 jam saja, bandingkan saat naik yang 5-6 jam.
Di batas vegetasi, istriku telah menunggu, dan kami mulai menuruni pebukitan arcopodo bersama lagi. Sekitar jam 10 pagi, saya telah sampai kembali di base camp Kalimati. Wah capeknya. Hangatnya dalam tenda membuatku terlelap dalam tidur walau hanya sebentar.
Jam 12 siang lebih, tim mulai berkemas untuk kembali ke base camp ranu kumbolo, matahari agak terik saat itu. Saya mulai melangkahkan kaki sekitar jam 13.30. mengikuti porter pak suroto yang membantu mengangkatkan barang-barang kami. Setelah perjalanan sekitar 4 jam, kami telah sampai kembali di Ranu Kumbolo. Dua orang teman, si parno dan trimbil memutuskan lanjut ke Ranu Pane, sebenarnya saya juga ingin, tapi perjalanan yang masih 5 jam lagi tentu akan menjumpai perjalanan malam, dan diperkirakan tiba di ranu pane jam 9 malam. Tidak ah, lelah juga. Maka kuputuskan bareng sebagian besar teman yang lain untuk kembali nge camp semalam lagi di ranu kumbolo.
Hari itu, sabtu malam minggu, ada beberapa tim pendaki yang mulai berdatangan dan mendirikan tenda di ranu kumbolo ini. memang tempat yang favorit untuk pendaki.
Esok pagi hari minggu 11/12/11, kami mulai melanjutkan perjalanan balik ke Ranu Pane, tidak ada halangan berarti kecuali rindu pada yang dirumah. Berarti 3 malam kami lepas tanpa kabar, itu sebabnya ketika di sela-sela bukit yang terbuka ternyata ada sinyal, maka kesempatan itu tidak disia-siakan untuk mengabarkan pada anak-anak dan yang ti nya bahwa kami baik-baik saja. Hal yang sama juga dilakukan oleh rekan yang lain, terutama untuk update status di facebook.
Sekitar jam 12 siang, kami telah tiba di Ranu pane, berebut makan nasi rawon di warung yang ada atau berebut kamar mandi, karena sudah beberapa hari nggak mandi ha…haa. Kalau saya sih sudah mandi di ranu kumbolo.
Porter ku pamitan, head lamp ku yang lama kuberikan karena beliau ingin, oh ya tarif porter Rp 100 ribu per hari. Itu tarif normal. Jib yang akan membawa kami pulang telah datang, kali ini hanya 2 buah. Tentu saja kami berdesakan. Waktu yang tersisa digunakan untuk touring sejenak ke pelataran gunung bromo… sungguh mengasyikkan. Perjalanan ini, membawaku pada kenangan masa SMP ketika pertama kali aku camping di bawah kaki gunung bromo dan gunung batok.. sungguh memori yang indah.
Maghrib berlalu, bus handoyo sudah berangkat mengantarkan teman-teman dan istriku kembali ke Cilacap. Angkot yang kutumpangi membawaku kembali ke kota Malang, untuk besok paginya aku harus ke juanda terbang bersama sriwijaya air ke Bandung. Tugas telah menanti seperti biasa.
Terima kasih ya Allah engkau telah member kemudahan dalam perjalanan ini, terima kasih kepada semuanya, orang tua kita masing-masing yang karena doanya kita diberi kemudahan dan keselamatan hingga tiba kembali ke rumah.
Salam Patrapala
www.patrapala.blogspot.com