2 hari ini, harian kompas edisi Jateng mengulas tentang kabupaten Cilacap yang tahun ini genap berusia 154 tahun. Heading pada edisi senin tertulis “Layakkan Cilacap dimekarkan?” dan “Cilacap Barat, wilayah yang terpinggirkan”, sedangkan pada edisi Selasa tertulis “Pemekaran Cilacap, Gubernur: Tidak perlu perhatian khusus”, yang inti dari tulisan itu tentang sikap pro dan kontra terhadap pemekaran dengan masing-masing argumentasinya.
Dikotomi “Cilacap Barat” dan “Cilacap Timur” sebenarnya terasa kurang nyaman didengar, namun demikian kegelisahan tersebut patut untuk dipahami, setidaknya sebagai renungan, sudahkah kita mengenal lebih dekat lingkungan kita sendiri?. Ya kita harus mengakui bahwa lebih mengenal Baturraden-Purwokerto, Owabong-Purbalingga, Bandung, atau Yogyakarta, daripada Majenang, Wanareja, Sidareja, Dayeuh Luhur, dan Cipari, yang biasanya hanya dilewati saat malam hari ketika berangkat ke atau pulang dari Bandung/Jakarta.
Dalam rangka memperingati HUT Cilacap ini, pada hari Minggu kemarin Tim Patrapala mengadakan Cilacap Cross Country ber sepeda motor ria ke wilayah Majenang dan sekitarnya. Rencana semula akan melihat Curug Bandung di Majenang, Situs kerajaan Galuh, Puncak Sunset Dayeuh Luhur, dan Curug Air Panas Cipari, namun karena keterbatasan waktu, akhirnya hanya curug Bandung dan Air Panas Cipari yang dapat dikunjungi.
Perjalanan ini dimulai dari Cilacap minggu pagi hari, menyusuri perbukitan Jeruk Legi ke arah Kawunganten dan Gandrung Mangu hingga pertigaan terus belok kanan ke arah Karang Pucung. Di sepanjang jalan, kita harus pandai mengatur kecepatan dan memilih jalur karena beberapa ruas jalan yang rusak parah dan berlubang. Setelah Karang Pucung hingga Majenang jalan relatif agak baik. Pada pertigaan ke 2 setelah alun-alun Majenang, ada tugu, belok ke kanan mengikuti jalan yang berbelok ke kiri masuk desa Salebu, terus saja hingga bertemu pasar desa Limbangan. Dari pasar ini ada belokan ke kanan yang menuju lokasi Curug Bandung.
Curug Bandung – Majenang
Dari pasar limbangan, jalan menuju curug mulai naik, sesekali turun, kondisi jalannya beraspal seadanya semakin jauh semakin kurang bagus hingga tinggal susunan batu yang tak beraturan bercampur tanah merah, licin ketika hujan. Di tengah hutan pinus terdapat beberapa rumah penduduk yang sepertinya rumah terakhir yang bisa dijumpai, motor biasa sudah tidak bisa / tidak layak lagi untuk dikendarai kecuali oleh mereka yang ‘agak nekat’; atau motor trail yang umumnya digunakan penduduk mengangkut potongan kayu albiso.
Dari tempat itu, jalan kaki menuruni punggung bukit, yang diselingi tanaman kopi dan perdu hutan, agak menurun mulai terlihat persawahan dengan tanaman padi yang telah bernas, gubuk petani dan batu besar ditengahnya, sungai kecil yang airnya mengalir jernih, latar belakang tebing yang tinggi keliling, menciptakan suasana tenang dan natural serasa di dunia lain, nggak nyangka ternyata kabupaten Cilacap juga punya panorama perbukitan yang cukup indah ini. Suara gemerincik air curug Bandung mulai terdengar
Ketinggiannya sekitar 25 meter.Hujan deras mengguyur ketika kami meninggalkan curug Bandung. Sebenarnya masih ada lagi 2-3 curug di sekitar itu yang kata pemangku hutan lebih besar dan lebih bagus, namun karena kondisi jalan dan waktu yang tidak memungkinkan Tim memutuskan untuk turun kembali melalui jalan yang licin karena hujan. Motor terpaksa dituntun karena takut terjatuh.
Pemandian air panas-Cipari
Dari pasar limbangan-Majenang perjalanan dilanjutkan ke arah Wanareja, melewati hutan-hutan pinus. Jalannya cukup bagus, tidak lama sudah sampai di pertigaan jalan raya Propinsi, kalau ke kanan ke arah Jawa Barat, sedangkan ke kiri ke arah Purwokerto. Karena waktu yang tidak memungkinkan, Tim memutuskan tidak mengunjungi puncak sunset Dayueh Luhur dan belok ke kiri kembali ke arah Cilacap lewat jalur Cipari. Hujan deras mengguyur selama perjalanan. Tidak jauh dari kota Cipari terdapat pemandian air panas, lokasinya sih biasa saja, karena terkesan kurang perawatan, namun air panasnya cukup bening dan terasa nyaman untuk menghilangkan kepenatan.
Cilacap Barat sebenarnya menyimpan banyak potensi alam yang belum tergali dan obyek wisata yang menarik, namun demikian kondisi masyarakat dan infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan perkembangannya yang agak lambat. Kerusakan hutan menjadi penyebab longsornya bukit-bukit seperti yang pernah terjadi di Negara Jati-Cimanggu tahun lalu dan banjir rutin tahunan di sekitar Sidareja. Pengembangan pembangkit listrik micro hidro layak dijajaki untuk pasokan listrik bagi masyarakat sekitar curug, yang saat ini masih mengandalkan lampu minyak tanah untuk penerangannya.
Pemekaran? ‘separuh jiwaku pergi’ kata Anang.
Cilacap Cross Country akan dilanjutkan untuk daerah pelosok Cilacap lainnya, namun tanggal 2-4 April 2010 nanti Tim Patrapala berencana akan mendaki puncak Gn Ciremai di Kuningan-Cirebon. Mohon doá restunya.
Salam patrapala